MAKALAH
DZAWIL ARHAM
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mawaris
![]() |
Dosen
Pembimbing :
SUHAEMI, S.PdI
Disusun
Oleh :
Muhammad Sofiyulloh
Muhammad Sofiyulloh
PRODI :
Manajemen Pendidikan
Islam (MPI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-YASINI
Jl. Areng-Areng Wonorejo Pasuruan
DZAWIL ARHAM
Secara literal, al-rahm adalah tempat tumbuhnya anak atau janin di dalam
kandungan yang bentuk jamaknya adalah arham, sedangankan menurut istilah
syara disebut sebagai setiap kerabat.
Para ahli faraidh mendefinisikan dzawi al-arham sebagai setiap kerabat yang
tidak memiliki bagian warisan yang telah ditentukan di dalam Alquran, Sunah
Nabi, Ijma ulama, dan dia bukan
merupakan ashabah.
Dalam masalah kewarisan Dzawi al-arham ada perbedaan pendapat di kalangan
ulama sejak masa sahabat, tabiin, para ahli fikih, dan para ulama setelahnya.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan
warisan, namun di antara mereka ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak
bisa mendapatkan warisan.
Di kalangan sahabat yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan
warisan adalah Ali ibn Abi Thalib, Ibn Masud, Ibn Abbas, Muadz ibn Jabal, Abu
al-Darda, dan Abu Ubaidah ibn al-Jarah. Sedangkan di kalangan Tabiin adalah
Syuraih, Ibn Sirin, Atha, dan Mujahid. Sedangkan di antara mereka yang
mengatakan bahwa Dzawi al-Arham tidak dapat mewarisi di kalangan sahabat adalah
Zaid ibn Tsabit, Ibn Abbas, Said ibn Musayyab, dan Said ibn Jubair.
Fuqaha yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan
adalah Abu Hanifah, Imam Ahmad dan para ulama Syafii dan Maliki belakangan.
Sedangkan Fuqaha yang mengatakan bahwa Dzawi al-Arham tidak bisa mendapatkan
warisan adalah Sufyan al-Tsauri, ulama madzhab Syafii dan Maliki awal.
DASAR
HUKUM
Dasar hukum yang digunakan oleh para ulama yang mengatakan tidak adanya
kewarisan Dzawi al-Arham adalah bahwa 1) Allah SWT hanya mengatur kewarisan
Dzawi al-Furudl dan Ashabah. Allah tidak mengatur sama sekali kewarisan Dzawi
al-Arham ini, padahal Allah SWT telah berfirman: (وما كان ربك نسيا)
Tidaklah mungkin kalau Allah lupa akan sesuatu (Maryam: 64). Dengan 1demikian,
menambahkan Dzawi al-Arham sebagai ahli waris merupakan penciptaan syariat
(tasyr) yang merupakan hak prerogatif Allah dan Rasul-Nya dan 2) Rasulullah saw
pernah ditanya mengenai kewarisan bibi dari ayah dan bibi dari ibu, kemudian
Rasulullah menjawab: (نزل جبريل عليه السلام وأخبرني ألا ميراث
للعمة والخالة) Jibril datang
kepadaku dan memberitahukan bahwa tidak ada bagian warisan untuk bibi dari ayah
dan bibi dari ibu
Sementara dasar hukum yang digunakan oleh orang yang menyatakan bahwa
Dzawi al-Arham bisa mendapatkan warisan adalah 1) Firman Allah yang menyatakan:
(وأولوا الأرحام بعضهم أولى ببعض فى كتاب الله) Dan Ulu al-Arham yang satu dengan yang
lain ada yang lebih utama dalam kitab Allah (al-Anfal: 75). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara
kerabat Dzawi al-Arham secara umum ada yang lebih utama di antara mereka. Oleh
karena itu, ketika tidak ada sifat khusus ahli waris Dzawi al-Furudl atau
Ashabah, maka Dzawi al-Arham berhak maju sebagai ahli waris, karena dia juga
masih kerabat Dzu Rahm.
2) Rasulullah saw pernah bersabda: (الله ورسوله مولى من لا مولا له، والخال وارث مو لا وارث له) Allah dan Rasul adalah tuan orang yang
tidak memiliki tuan dan paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak
memiliki ahli waris dan Rasulullah juga pernah bersabda: (الخال وارث من لا وارث له، يرثه ويعقل عنه) Paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak
memiliki ahli waris, dia mewarisi dan membayara denda baginya ketika dia
berbuat pidana.
Di kalangan para ulama madzhab, para ulama Maliki belakangan berpendapat
bahwa dzawi al-arham dapat mewarisi apabila tidak ada ahli waris dzawi
al-furudl maupun ashabah dan ketika tidak ada imam yang adil. Para ulama
Syafiiyah belakangan berpendapat bahwa apabila Baitul Mal belum terbentuk, maka
dzawi al-arham dapat mewarisi ketika tidak ada ahli waris dzawi al-furudl dan
ashabah.
Para ulama sepakat bahwa apabila ada ahli waris dzawi al-furudl yang
tidak menghabiskan harta, maka sisa harta diradd kan kepada ahli waris dzawi
al-furudl. Ahli waris dzawi al-arham baru bisa mendapatkan warisan apabila
tidak ada ahli waris dzawi al-furudl dan ashabah. Atau ada ahli waris dzawi
al-furudl namun tidak dapat mendapatkan radd seperti suami atau isteri.
Bagi para ulama yang berpendapat bahwa dzawi al-arham dapat menerima warisan,
mereka sepakat apabila ahli waris dzawi al-arham tersebut hanya seorang, maka
ahli waris tersebut menghabiskan harta warisan yang ada, namun ketika ahli
waris dzawi al-arham tersebut banyak, maka para ulama berbeda pendapat mengenai
cara kewarisannya dalam tiga madzhab; madzhab ahl al-qarabah, madzhab ahli al-rahm, dan madzhab ahli
al-tanzil.
Madzhab Ahl
al-Qarabah
Madzhab ini berpendapat bahwa ahli waris dzawi al-arham memiliki kekuatan
kekerabatan yang berbeda antara satu sama lain sebagaimana yang terjadi pada
ahli waris ashabah. Ketentuan dalam madzhab ini adalah ahli waris dzawi
al-arham yang lebih dekat dengan si mayit akan menyingkirkan ahli waris dzawi
al-arham yang lebih jauh. Pendapat ini dianut oleh Madzhab Hanafi, Madzahab
Hanbali, dan Madzhab Syafii
Dzawi al-Arham
menurut madzhab ini ada empat kelompok; kelompok bunuwwah, ubuwwah, ukhuwwah,
dan umumah. Menurut Abu Hanifah urutan dzawi al-arham yang mendapatkan warisan
adalah: ubuwwah, bunuwwah, ukhuwwah, dan umumah. Sementara menurut riwayat dari
Abu Yusuf urutannya adalah:
1.
Bunuwwah, yaitu anak
keturunan mayit dari jalur perempuan seperti cucu dari anak perempuan dan
seterusnya ke bawah dan cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki.
2.
Ubuwwah, yaitu orang-orang yang menurunkan
mayit seperti kakek dari ibu dan seterusnya ke atas, buyut laki-laki dari kakek
dari ibu dan nenek yang termasuk dzawi al-arham dan seterusnya ke atas.
3.
Ukhuwwah, yaitu orang yang
dihubungkan dengan kedua orang tua mayit. Mereka adalah anak dari saudara
perempuan dan seterusnya ke bawah baik laki-laki atau perempuan, baik saudara
perempuan sekandung, seayah, maupun seibu; dan anak perempuan dari saudara
laki-laki, baik saudara laki-laki sekandung, seayah, maupun seibu.
4.
Umumah, yaitu orang yang dihubungkan dengan
kakek dan nenek si mayit seperti bibi secara keseluruhan, paman seibu
sebagaimana urutan ahli waris ashabah.
Madzhab Ahl
al-Tanzil
Madzhab Ahl al-Tanzil adalah memperlakukan ahli waris dzawi al-arham
seperti ahli waris dzawi al-furudl yang menghubungkannya dengan si mayit.
Seperti memperlakukan cucu dari anak perempuan atau cicit dari cucu perempuan
dari anak laki-laki dengan ibu mereka masing masing, yaitu anak perempuan dan
cucu perempuan dari anak laki-laki. Pendapat ini dianut oleh Imam Syafii dan
Imam Ahmad.
Madzhab Ahl
al-Rahm
Madzhab Ahl al-Rahm adalah
madzhab yang mempersamakan dzawi al-arham secara keseluruhan. Madzhab ini tidak
membeda-bedakan antara keempat kelompok; bunuwwah, ubuwwah, ukhuwwah, dan umumah.
Ketika dalam pembagian warisan, keempat kelompok dzawi al-arham ini ada semua,
maka masing-masing memiliki bagian yang sama. Pendapat ini dianut oleh Hasan
ibn Maisir dan Nuh ibn Dzarah, di antara imam madzhab tidak ada yang memegang
pendapat ini.
Posting Komentar
Komentar Anda tidak merubah apapun...!